Menggunjing Dalam Pandangan Islam

Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.



Ghibah (Menggunjing) 

Dalam banyak pertemuan di majelis, sering kali yang dijadikan hidangannya adalah menggunjing umat Islam. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang hal tersebut dan menyeru agar segenap hambyanya menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang maat ktr dan menjjikkan. Allah Ta'ala berfirman,

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah s eorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya." (Qs. Al Hujurat: 12)

Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang Muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang menggunjingkan orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang digunjingkan. Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya,

"Barangsiapa menlak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada Hari Kiamat Allah akan menghindarkan api neraka dari wajahnya." (HR. Ahmad, dalam Shahih al-Jami' no 6238)

Nah, lantas ada beberapa faedah penting yang harus kita ketahui. Yaitu ghibah diperbolehkan dalam enam tempat.



Tempat dibolehkannya ghibah 

Adapun enam tempat yang diperbolehkannya orang untuk ghibah adalah

  1. Orang yangn terzhalimi (teraniaya) boleh mengadukan kezhaliman terhadap dirinya kepada pemerintah atau hakim.
  2. Apabila bermaksud meminta pertolongan untuk meruba kemungkaran.
  3. Ketika meminta fatwa, seperti mengatakan "Aku telah dizhalimi leh Fulan dengan begini dan begitu ..." 
  4. Untuk memperingatkan dan menasehati kaum Muslimin agar tidak berbuat keburukan, (dengan syarat bertujuan memberikan nasehat).
  5. Orang yang digunjing (memang) seorang yang terang-terangan melakukan perbuatan fasik dan bid'ah.
  6. Untuk memperkenalkan seseorang; seperti dikenal dengan suatu gelar al-A'masy (yang lemah penglihatannya), atau al-A'raj (si pincang), dan al-A'ma (si buta); tetapi haram jika yang dimaksud adalah mencela kekurangannya.
  7. Kita dapat melakukan ghibah yang diperbolehkan diatas, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
  8. Ikhlas karena Allah dalam niat.
  9. Sebisa mungkin tidak menyebutkan nama orang tertentu secara langsung.
  10. Hendaklah Anda menyebutkan tentang saudara Anda (seagama) dengan sesuatu yang mubah pada dirinya.
  11. Harus menekankan kembali (dengan yakin) bahwa ghibah yang dilakukan tersebut tidak akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada faedah yang ada. 



Pemicu Ghibah

Adapun beberapa hal yang dapat memicu munculnya ghibah, diantaranya adalah

  1. Melampiaskan rasa marah.
  2. Ingin menyelarasi rekan-rekan dan berbasa basi kepada teman.
  3. Ingin mengangkat dirinya dengan merendahkan orang lain.
  4. Main-main dan bersenda gurau.
  5. Iri dan dengki.
  6. Mengatakan sesuatu yang bersumber dari seseorang, lalu dia ingin berlepas diri darinya.
  7. Kurang kerjaan karena banyaknya waktu kosong dari kegiatan.
  8. Usaha mendekatkan diri kepada para pemilik proyek pekerjaan adn pangkat.


Hal yang sering dianggap bukan ghibah, padahal ghibah

Adapun beberapa hal yang sering dianggap bukanlah sebuah ghibah, padahal sejatinya itu adalah ghibah, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Fulan bisa jadi melakukan ghibah, dan jika ada yang mengingkarinya, dia akan berkata "Saya siap mengatakannya didepannya".
  2. Ucapan seseorang dihadapan sekelompok orang ketika menyebutkan tentang seseorang lainnya, "Aku berlindung kepada Allah dari sifat kurang malu", atau "Si fulan, semoga Allah memaafkannya".
  3. Perkataan seseorang "Fulan diuji dengan demikian".
  4. Menganggap enteng dalam menggunjing orang yang melakukan maksiat.



Khatimah

Wallahu'alam bissawab

Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Referensi

Al-Qur'anul Kariim
Muharramat Istahana Biha an-Nas Yajib al-HJadzaru Minha, Muhammad Shalih al-Munajjid, Penerjemah Ainul Haris bin Umar Arifin, Lc., Cetakan IXI, 1433 H.
Muntaqa al-Adab asy-Syar'iyyah , Majid Sa'ud al-Ausyan, Penerjemah Abdurrahman Nuryaman, Cetakan I, 1435 H.

Perselisihan di Kalangan Penganut Islam


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.



Fatwa Tentang Perselisihan dan Perpecahan 

Dalam sebuah kesempatan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanyai, "Bagaimana prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah tentang persoalan yang diperselisihkan? Bagaimana standar untuk menyikapi persoalan ini?" 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab :

Prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai persoalan yang diperselisihkan adalah apabila perselisihan itu bersumber dari ijtihad, dan persoalan itu menyangkut hal yang diperbolehkan berijtihad, maka sebagian dari m ereka bersikap toleran terhadap sebagian yang lain yang berbeda pendapat. Mereka menjadikan perselisihan ini sebagai alasan untuk berpecah belah dan bermusuhan. Orang yang memusuhi saya karena tuntutan dalil, maka pada hakikatnya ia tidak menyelisihi saya. Karena manhaj yang digunakan sama, apakah saya menyelisihnya karena tuntutan dalil ataukah dia menyelisihi saya karena tuntutan dalil. Jadi, kita sama. Perselisihan pendadpat ini masih terus terjadi sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam hingga hari ini.

Adapun persoalan yang tidak boleh diperselisihkan adalah hal-hal yang menyelisishi pandangan para sahabat dan tabi''in. Persoalan-persoalan aqidah yang sebagain besar manusia tersesat darinya dan tidak terjadi perselisihan mengenainya kecuali setelah berlalunya generasi-generasi utama, yakni perselisihan itu tidak tersebar luas kecuali sesudah generasi sahabat. Tetapi, perlu diketahui, bila saya mengatakan sesudah generasi sahabat, bukan berarti semua sahabat harus sudah wafat. Kita menyebut generasi selama kebanyakan generasi itu masih hidup.

Karena kalian mengetahui, bahwa Allah Ta'ala telah menjadikan ajal manusia itu sususl menyusul. Misalnya bila kita mengatakan, 'sesungguhnya generasi sahabat tidak berakhir dsehingga tidak ada seorang sahabatpun yang hidup', berarti kita telah menyebrangi banyak masa tabi'in. Tetapi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan "Suatu generasi dinilai telah lewat apabila kebanyakan orang yang menjadi bagian generasi itu telah lewat". Misalnya, bila kebanyakan sahabat telah wafat, sehingga yang tinggal hanya puluhan atau ratusan sahabat saja, maka berarti zaman mereka telah berakhir. Demikian pula masa para taibi'in. Juga tabi'ut tabi'in.

Jadi, generasi-generasi utama telah lewat, tanpa ada perselisihan aqidah sebagaimana yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Orang-orang yang menyelisihi kita dalam persoalan aqidah, maka mereka itu menyelisihi paham aqidah para sahabat dan tabi'in. Mereka itu harus diingkari dan perselisihan mereka tidak bisa diterima. 

Adapun dalam persoalan-persoalan yang memang telah diperselisihkan sejak zaman sahabat, dan dalam persoalan tersebut dibolehkan ijtihad, maka perselisihan semacam ini pasti tetap ada. Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda "Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tapi apabila ia berijtihad, lantas keliru, maka ia mendapat satu pahala".

Inilah standarnya. Jika ada orang mengatakan, "Apakah perselisihan menyangkut sifat-sifat Allah Ta'ala termasuk perselisihan yang dibolehkan?" Maka jawbannya 'tidak'. Karena perselisihan ini sudah berada diluar manhaj para sahabat. Para sahabat tidak ada yang memperselisihkan persoalan sifat-sifat Allah. Semua mengakui bahwa sifat Allah itu benar adanya sesuai dengan hakikatnya, tanpa menyerupakan sifat-sifat itu. Bukti bahwa mereka mengakui hal itu adalah tidak adanya riwayat yang menceritakan adanya perselisihan diantara mereka mengenai penafsiran ayat-ayat dan hadits-hadits yang berbicara tentang sifat-sifat Allah. Jika tidak terdapat riwayat yang menceritakan perselisihan mereka mengenai penafsiran ayat-ayat hadits-hadits tersebut, maka ini berarti mereka meyakininya, karena Al Qur'an menggunakan bahsa Arab dan As Sunnah juga berbahasa Arab, sedangkan para sahabat memahami bahasa Arab.

Jika tidak ada riwayat yang menceritakan dari mereka bahwa mereka menyelisihi zhohir makna ayat atau hadits, maka kita tahu bahwa mereka meyakini zhohir ayat dan hadits tersebut. Karena itu, kita mengingkari siapa saja yang memiliki pendapat yang bertentangan dengan madzhab para Salaf persoalan sifat-sfat Allah atau katakanlah dalam seluruh persoalan iman. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rosul, hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk. Setiap orang yang menyelisihi manhaj para sahabat dalam keenam persoalan ini, maka kita akan mengingkarinya dan tidak menerimanya.

Perselisihan pendapat akan tetap ada, sekalipun persoalan-persoalan yang diperselisihkan itu telah dikaji secara mendalam.


Khatimah

Wallahu'alam bissawab
Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.
Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Referensi

Al-Qur'anul Kariim
Ila Mata Hadza 'I-Khilaf , Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Penerjemah Hawin Murtadlo, Cetakan I, 1419 H.

Bekal Penuntut Ilmu


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.

Al Imam Abu Abdillah Sufyan Ats Tsauri rahimahullah, seorang tab'ut tabi'in pernah berkata "Mereka-mereka (para generasi shalafus shalih) dulu tidak mengeluarkan anaknya untuk pergi menuntut ilmu hingga anak-anaknya telah diajar adab terlebih dahulu dan memperbanyak ibadah 20 tahun".


Adab-Adab Menuntut Ilmu 

Diantara adab-adab dalam menuntut ilmu, antara lain adalah

Menyadari bahwa ilmu adalah ibadah
Dengan menyadari bahwa ternyata setiap ilmu pengetahuan yang kita cari adalah bernilai ibadah, maka syarat menjadi sebuah ibadah adalah ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan perkara yang menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat yaitu cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam serta merealisasikannya.

Mengenal dengan baik keutamaan (kedudukan) ilmu dan urgensinya
Dengan mengetahui kedudukan ilmu, maka kita akan paham seberapa pentingnya ilmu yang kita pelajari dan tersadar bahwa ternyata ilmu yang paling penting dipelajari diantara semuanya adalah ilmu syar'i yang bersifat fardu'ain.

Berdoa kepada Allah agar mendapatkan taufik dalam menuntut ilmu
Senantiasa berdoa kepada Allah agar mendapatkan taufik dalam menuntut ilmu, serta agar dimudahkan dalam menutut ilmu.

Berantusias untuk berpetualang (ke berbagai tempat) dalam rangka menuntut ilmu
Senantiasa berpergian dalam menuntut ilmu. Adapun hadits yang beredar di lisan kaum Muslimin adalah hadits "Tuntutlah ilmu sekalipun sampai negeri Cina", hadits tersebut tidak shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam.

Tidak mengucapkan salam yang dapat mengganggu proses pembelajaran
Apabila seseorang datang ke suatu majelis ilmu dalam keadaan terlambat, maka yang lebih utama adalah tidak mengucapkan salam apabila akan mengakibatkan terpotongnya mereka dari pelajaran mereka, sedangkan apabila tidak berpengaruh apa-apa, maka mengucapkan salam merupakan suatu kesunnahan. (Dikatakan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Al-Fatawa al-Islamiyah, 1/175)

Senantiasa mengamalkan ilmu
Sesungguhnya tidak mengamalkan ilmu adalah salah satu sebab yang dapat menghapus keberkahan ilmu. Sungguh Allah telah mencela orang yang keadaannya seperti itu, dalam firmanNya "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan." (Qs. Ash Shaff:2-3)

Berperilaku baik dalam menuntut ilmu
Senantiasa berperilaku baik dalam menuntut ilmu, baik kepada para guru, kepada para pelajar yang lebih dulu belajar (senior), kepada yang baru belajar (junior), ataupun kepada teman yang waktu awal belajarnya sama.

Menghadiri majelis ilmu secara kontinu dan tidak bermalas-malasan
Salah satu godaan syaithan adalah membuat manusia malas dalam menghadiri majelis-majelis ilmu. Padahal sejatinya, akan sangat aneh bila kita hanya mengetahui sebuah perkara namun sebagian saja. Contoh dalam hal thaharah (bersuci), akan sangat aneh bila kita hanya mengetahui 1/2 atau bahkan 3/5 bagian saja dari thaharah, padahal hal merupakan fardu'ain untuk dipelajari.

Tidak berpurus asa dan merasa minder
Jangan pernah merasa minder, apalagi berputus asa bila mengalami kesulitan pada ilmu yang dipelajarinya. Sadarlah dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun." (Qs. An Nahl: 78)

Berantusias menghadiri majelis ilmu diawal waktu,d an memanfaatkan waktu dengan baik
Senantiasa berantusias menghadiri majelis ilmu diawal waktu karena akan memudahkan kita dikenali oleh pengajar, juga memudahkan kita untuk bertanya bila ada sesuatu yang kurang dimengerti atau mengajak pengajar untuk berdiskusi setelah majelis ilmu berakhir.

Berusaha mengejar ketinggalan pelajaran yang luput.
Ketika ketinggalan pelajaran, biasakanlah untuk mengejarnya di catatan teman-teman semajelis ataupun langsung ke pengajarnya.

Membuat catatan
Membuat catatan faidah-faidah penting disampul buku atau dicatatan luar agar dapat dikaji ulang oleh penuntut ilmu. Sama halnya ketika kita membeli sebuah kitab (buku), maka hendaklah kita mengumpulkan isinya dalam rangkuman umum.

Tidak memotong (perkataan) guru ketika berbicara
Tidak memotong perkataan guru ketika berbicara, hingga dia selesai dari masalah yang dibicarakannya.

Waspada dari sifat tercela
Waspada dari sifat-sifat yang tercela pada seorang penuntut ilmu seperti ghuluw (berlebih-lebihan), sombong, wahn (cinta dunia dan takut kematian), dan sifat tercela lainnya.

Menerima Kritik dan Nasihat
Tidak menutup kemungkinan kita ini adalah orang yang sangat kekurangan, olehnya selalulah menerima kritik dan nasihat dari orang-orang sekitar dengan tulus (ikhlas) dan bukan basa-basi.

Shalat Sunnah Malam (Qiyamul Lail)
Seorang ustadz pernah berkata dalam majelisnya yang redaksinya kurang-lebih seperti ini "salah satu penguat daripada penuntut ilmu serta para aktivis organisasi adalah shalat sunnah malamnya". Jadi ketika ingin aktivitasnya baik, antusiaskanlah diri anda kepada shalat qiyamul lail.

Senantiasa bersikap ramah tamah
Senantiasa bersikap ramah tamah kepada orang-orang yang ada disekitar, serta selalu berlapang dada, dan mendengar segala permasalahan mereka.

Bercakap-cakap (tentang agama) dan menyampaikan nasihat kepada orang
Senantiasa selalu bercakap tentang ilmu syar'i kepada teman-teman, mendakwahinya, serta memberinya nasihat. Namun selalulah sadar bahwa sebelum menasehati, jadilah orang yang berisi terlebih dahulu. Hakikatnya iyalah sebelum mengisi, maka anda harus terisi.


Khatimah

Wallahu'alam bissawab

Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Referensi

Al-Qur'anul Kariim
Mukhtasar Hilyatu Thalibul Ilmi , Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Penerjemah Muhammad Iqbal A. Ghazali, Cetakan I, 1431 H.
Muntaqa al-Adab asy-Syar'iyyah , Majid Sa'ud al-Ausyan, Penerjemah Abdurrahman Nuryaman, Cetakan I, 1435 H.

Mengenal Bid'ah Lebih Dekat


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wallam.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukpan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah : 3)



Pengertian Bid’ah

Asy-Syafi’i, Al-Iz bin Abdussalam, Al-Qarafi, Al-Ghazali, Ibnu Al-Atsir, dan An-Nawawi , Menurut kelompok ini bahwa segala sesuatu yang baru setelah masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam disebut bid’ah, baik yang bersifat terpuji maupun tercela.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Al Fatawa bahwa “Bid’ah dalam agama adalah apa yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu perkara yang tidak diwajibkan atau disunahkan untuk mengerjakannya”.

Diantara manusia ada yang berkata bahwa bid'ah terbagi menjadi dua bagian: bid'ah hasanah dan bid'ah qabihah (bid'ah yang baik dan bid'ah yang tercela), dengan alasan yang disandarkan kepada perkataan Umar Radiyallahu 'Anha dalam shalat tarawih "Ini adalah bid'ah yang baik".

Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam sendiri bersabda "Sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah yang baru, setiap yang baru itu sesat, dan kesesatan berada dineraka" merupakan sebuah peringatan keras kepada segala perkara-perkara yang baru dalam agama. Ini adalah nash dari Rasulullah yang tidak diperkenankan kepada siapapun untuk membelokkannya, yang mengecam bid'ah dan barang siapa yang membelokkannya, maka dia telah mengikut hawa nafsunya.

Adapun shalat tarawih bukanlah sebuah bid'ah dalam syariat, tetapi sunnah yang disabdakan dan dikerjakan oleh Rasulullah secara berjama'ah pada tiga hari pertama bulan Ramadhan. Pada hari ke-4 bulan Ramadhan Beliau Shallallahu Alaihi Wa sallam tidak keluar ke masjid karena takut shalat tarawih menjadi sesuatu yang diwajibkan. Seandainya beliau tidak khawatir untuk diwajibkan, pasti beliau keluar untuk shalat bersama mereka pada malam ke-4 tersebut.

Adapun pada masa Umar bin Khattab Radiyallahu Anha, mereka disatukan kembali dalam bentuk shalat jama'ah yang dipimpin oleh seorang imam yaitu sahabat mulia Ubay bin Ka'ab hingga masjid menjadi ramai. Secara bahasa tindakan ini memang disebut bid'ah karena secara bahasa memang demikian, akan tetapi bukan bid'ah syar'iyyah karena sunnah menanggap tindakan itu tindakan yang baik, seandainya tidak khawatir akan diwajibkan. Adapun bid'ah syar'iyyah adalah bid'ah yang tidak ada dalil syara'nya dalam hal ibadah.


Hukum Bid’ah

Dari Jabir Radiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam selalu bersabda demikian apabila beliau berkhutbah "Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitab Allah, jalan yang paling baik adalah jalan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam, ajaran Agama yang paling buruk adalah ajaran yang dibuat-buat, setiap ajaran yang dibuat-buat itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu (pelakunya) dineraka." (HR. Muslim, 2/592, no. 867)

Dari hadits Jabir Radiyallahu Anha, dia berkata di dalamnya "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam mengucapkan hal itu apabila beliau berkhutbah."

Pembagian hukum bid’ah ada empat.

Bid’ah yang haram secara mutlak
Bid’ah yang haram secara mutlak adalah bid’ah yang dapat menyebabkan kekafiran tanpa ada takwil seperti bid’ah jahiliyah yang diingatkan oleh Al-Qur’an dalam firman-Nya,
Allah Ta’ala berfirman “Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka ‘Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami’. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.” (Qs. Al An’am : 136)

Begitu juga bid’ah orang-orang munafik yang menjadikan agama hanya sebagai tameng untuk menjaga diri dan harta, bukan karena ketulusan, serta masih banyak lagi bentuk kekafiran lainnya.

Bid’ah Kemaksiatan, tetapi Tidak Menyebabkan Kekafiran
Bid’ah yang termasuk dalam kemaksiatan, tetapi tidak menyebabkan kekafiran atau masih diperselisihkan apakah itu dapat meyebabkan kekafiran atau tidak. Misalnya, bid’ahnya kelompok Khawarij, Murji’ah, dan kelompok-kelompok sesat lainnya.

Bid’ah yang Termasuk dalam Kemaksiatan
Bid’ah yang termasuk dalam kemaksiatan, seperti bid’ah meninggalkan kehidupan duniawi untuk ibadah, membujang selamanya, puasa dengan berjemur dibawah terik matahari, dan mengebiri dengan tujuan untuk memotong syahwat jimak.

Bid’ah yang Makruh
Bid’ah yang makruh misalnya sepertu perkumpulan manusia dimasjid untuk berdoa pada malam Arafah, menyebut para penguasa pada waktu khutbah Jum’at, dan sebagainya. Bid’ah macam ini tidak berada dalam satu tingkat dan tidak pula memiliki hukum yang sama.


Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Bid’ah

Diantara penyebab munculnya bid’ah antara lain adalah :
Tidak tahu cara memahami agama.
Tidak memahami tujuan.
Terlalu berbaik sangka kepada akal.
Mengikuti hawa nafsu.
Mengatakan sesuatu dalam agama yang tidak diketahuinya dan menerima begitu saja perkataan tanpa penyaringan.
Tidak mengetahui sunnah.
Karena mengikuti ayat-ayat mutasyaihat.
Menempuh cara pengambilan hukum yang tidak sesuai dengan cara yang diakui oleh syariat.
Terlalu mengkultuskan orang-orang tertentu.
Terkadang sebab-sebab tersebut menyatu dan kadang pula berdiri sendiri.


Pengaruh Bid’ah Terhadap Masyarakat

Tidak mengherankan jika bid’ah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap lingkungan masyarakat yang terjadi bid’ah didalamnya dan tidak mengingkarinya. Diantara pengaruhnya adalah :
Mengikuti Ayat-Ayat Mutasyabihat
Mematikan Sunnah
Perselisihan
Mengikuti Hawa Nafsu
Meninggalkan Jama’ah
Menyesatkan Manusia
Terus Larut dalam Bid’ah dan Tidak Mau Meninggalkannya


Cara-cara Menjaga Diri Dari Bid’ah

Untuk menjaga diri dari bid’ah, kita bisa menempuh beberapa cara yang akan kita sebutkan, diantaranya adalah :

Berpegang Teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, juga Menyebarka dan Menyampaikannya kepada Manusia.
Menjalankan Sunnah secara Individu dan Kelompok.
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar.
Mengantisipasi Munculnya Bid’ah.


Khatimah

Wallahu'alam bissawab

Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.



Referensi

Al-Qur’anul Kariim
Al-Bida’ Al-Hauliyyah, Abdullah bin Abdul Aziz At-Tuwaijiry, Penerjemah Munirul Abidin M.Ag, cetakan V, 1421 H.
Mengenal Bid’ah Lebih Dekat, Muhammad Abduh Tuasikal, Pustaka Muslim Yogyakarta, cetakan I, tahun 1435 H.
Wujub Luzumi-s-Sunnah Wa-l-Hadzar Mina-l-Bid’ah, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penerjemah Rahmat al-‘Arifin Muhammad bin Ma’ruf, cetakan I, Tahun 1422 H.


Makna laa ilaaha illallah


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.
Pada umumnya, banyak yang mengucapkan “Laa ilaaha illa Allah” tapi mereka sendiri belum mengetahui tentang konsekuensi dari kalimat tersebut. Jika kita melihat sejarah-sejarah, utamanya di awal dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam, orang-orang kafir quraisy tidak ingin mengucapkan kata “laa ilaaha illa Allah” padahal itu hanya sebuah ucapan. Mengapa demikian? Karena mereka mengetahui konsekuensi dari kalimat tersebut.



Makna Laa Ilaaha Illallah

Ketika kita mengucapkan Laa ilaaha illa Allah, maka dengan kata lain kita mengucapkan sebuah kalimat yang pesan tersiratnya adalah laa ma’buuda bii haqqin illa Allah yang berarti tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah.
Kalimat laa ilaaha menafikan seluruh apa yang disembah selain Allah. Sedangkan kalimat illallah merupakan peribadatan hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya dalam beribadah kepadaNya. Sebagaimana tidak ada sekutu bagiNya didalam kerajaanNya.

Olehnya, kalimat laa ilaaha ilalllah mencakup dua rukun,
Pertama kata laa ilaaha yang merupakan penafikan.
Kedua kata ilallallah yang merupakan penetapan.


Syarat Laa Ilaaha Illallah

Adapun beberapa syarat daripada Laa Ilaaha Illallah, diantaranya adalah

Ilmu yang menafikan kebodohan
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Qs. Muhammad : 19 )
Adalah mengetahui makna dan maksud dari laa ilaaha illallah dan apa yang dimaknakan. Karena terkadang ada yang mengucapkan laa ilaaha illallah tapi tidak mengetahui maksud dari kalimat tersebut.

Yakin yang menafikan keraguan
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Qs. Al Hujurat : 15)
Adalah dengan mengucapkan laa ilaaha illallah berarti yakin dengan kalimat tersebut dan tahu konsekuensi dan tidak ada keraguan dalam dirinya. Ketika ada keraguan berarti belum sempurna makna ucapan laa ilaaha illallah dari orang tersebut.

Ikhlas yang menafikan kesyirikan
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (Qs. Az Zuumar : 2)
Adalah membersihkan semua amalan-amalan dari noda-noda kesyirikan dan menafikan serta meninggalkan berbagai macam kesyirikan.

Jujur yang menafikan kedusta’an
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Qs. Al Ankaabut : 3)
Adalah sikap yang membedakan orang yang mengucapkan laa ilaaha illallah sesuai dengan hati dengan orang munafik yang hanya mengucapkan di mulut saja.

Cinta yang menafikan benci
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim(yang menyembah selain daripada Allah) itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Qs. Al Baqarah : 165)
Adalah sikap untuk mencintai orang-orang yang mengimani kalimat tersebut, mencintai konsekuensinya, dan mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensi kalimat tersebut.

Penerimaan yang menafikan penolakan
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,” (Qs. As Saffat : 35)
Adalah menerima konsekuensi kalimat tersebut dalam bentuk ibadah semata-mata kepada Allah, meninggalkan ibadah selain Allah.

Kepatuhan yang menafikan pelanggaran
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (Qs. Luqman : 22)
Adalah kepatuhan terhadap menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.



Khatimah

Wallahu'alam bissawab
Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.
Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.



Referensi

Al-Qur'anul Kariim 
Hushuulul Ma’muul bi Syarah Tsalatsatul Ushuul, Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Pensyarah Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, Cetakan II, 1435 H.

Tujuh dosa dianggap biasa

Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak sekali perkara-perkara bersifat haram yang dapat telah menjadi kebiasaan (hal yang lumrah) untuk umat manusia. Sejatinya, bila mengerjakan perkara yang haram akan menimbulkan dosa. Lantas bila kita belum mengetahui hukum asal sebuah perkara, maka ada yang berpendapat bahwa kita tidak akan terkena konsekuensi berdosa. Namun janganlah kita larut dalam ketidak tahuan, karena kewajiban seorang muslim adalah menuntut ilmu syar'i.
Adapun 7 dosa yang dianggap biasa oleh umat islam saat ini


Syirik

Syirik atau menyekutukan Allah adalah sesuatu yang amat diharamkan dan secara mutlak merupakan dosa yang paling besar. Setiap dosa memiliki kemungkinan diampuni oleh Allah, kecuali dosa syirik, ia memerlukan taubat khusus, Allah berfirman,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (Qs. An-Nisa: 48)
Diantara kenyataan syirik yang umum terjadi disebagian besar negara-negara Islam adalah,
Menyembah Kuburan
Kepercayaan Adanya Pengaruh Bintang dan Planet Terhadap Berbagai Kejadian dan Kehidupan Manusia
Kepercayaan terhadap jimat mantera berbau syirik, kalung dari tulang, gelang, logam, dan sebagainya yang penggunaannya sesuai dengan perintah dukun, tukang sihir, atau memang merupakan kepercayaan turun temurun.


Riya dalam Ibadah

Diantara syarat diterimanya amal shalih adalah bersih dari riya dann sesuai sunnah. Orang yang melakukan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain, maka dia terjerumus ke dalam perbuatan syirik kecil dan amalnya menjadi sia-sia, seperti shalat agar dilihat oleh orang lain. Allah berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (Qs. An-Nisa:142)
Barangsiapa melakukan suatu amal shalih, tiba-tiba terbetik dalam hatinya perasaan riya, tetapi ia membenci perasaan tersebut, berusaha melawan dan menyingkirkannya, maka amalannya tetap sah. Berbeda halnya jika ia hanya diam dengan timbulnya perasaan riya, maka menurut sebagian besar uama, amal yang dilakukannya menjadi batal dan sia-sia.


Bersumpah dengan Nama Selain Allah

Allah bersumpah dengan nama apa saja yang Ia kehendaki dari segenap makhlukNya. Sedangkan makhluk, mereka tidak boleh bersumpah dengan nama selain daripada Allah. Namun bila kita saksikan kenyataan sehari-hari, betapa banyak orang yang bersumpah dengan nama selain Allah.
Sumpah adalah salah satu bentuk pengagungan. Karenanya ia tidak layak diberikan melainkan hanya kepada Allah.
"Ketahuilah, sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama nenek moyang kalian. Barangsiapa hendak bersumpah, maka hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah atau diam." (HR. Bukhari)
Karena itu, tidak boleh bersumpah demi Ka'bah, demi kemuiliaan nabi, para wali, nenek moyang atau anak tertua. Juga lafal yang sering diucapkan kaum muslimin, diantaranya, : Saya berlindung kepada Allah dan kepadamu; Saya bertawakkal kepada Allah dan kepadamu; Ini adalah dari Allah dan darimu; Tak ada lain bagiku selain Allah dan kamu; Dilangit cukup bagiku Allah dan dibumi cukup bagiku kamu; Kalau bukan karena Allah dan fulan; Alam berkehendak lain. Semua hal tersebut adalah haram.


Khalwat (Berduaan) dengan Wanita yang Bukan Mahram

Setan amat giat dalam menebarkan fitnah dan menjerumuskan manusia kepada yang haram. Diantara cara-cara setan dalam menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan keji adalah khalwat dengan wanita yang bukan mahram. Karenanya, syariat Islam menutup pintu tersebut sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam bahwa,
"Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita, kecuali pihak ketiganya adalah setan." (HR. Tirmidzi, 3/474)
Bahkan, Umar bin Abdul Aziz pernah berwasiat kepada Maimun bin Mihran yang wasiatnya itu juga berlaku untuk kita, wasiat tersebut adalah
"Janganlah engkau berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahrammu, walau batinmu berkata bahwa kau mengajarinya Al-Qur'an." (Dari Abu Nu'aym Al Ashbahani)
Berdasarkan petunjuk diatas, maka tidak dibolehkan seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahram, baik dirumah, di kamar, di kantor atau di mobil.


Wanita Keluar Rumah Dengan Parfum Sehingga Menggoda Laki-Laki

Inilah kebiasaan yang menjadi fenomena umum dikalangan wanita. Keluar rumah dengan menggunakan parfum yang wanginya menjelajahi segala ruang. Hal yang menjadikan laki-laki lebih tergoda karena umpan wewangian yang menghampirinya. Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam sangat keras memperingatkan masalah tersebut, Beliau bersabda,
"Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka dia adalah seorang pezina." (HR. Ahmad, Shahih al-Jami' no 105.)
Dalam masalah ini, jika telah terlajur memakai parfum, jika hendak keluar rumah, ia diwajibkan mandi terlebih dahulu seperti mandi jinabat, bahkan meski tujuannya ke masjid.
Syariat Islam memberi batasan, parfum wanita Muslimah adalah yang tampak warnanya dan tidakkeras semerbak wanginya.


Memandang Wanita yang Bukan Mahram Dengan Sengaja

Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam bersabda,
"Adapun zina mata adalah melihat (kepada apa yang diharamkan Allah)." (HR. Ahmad, Shahih al-Jami' no 3047)
Hukum diatas dikecualikan bila melihat wanita untuk keperluan yang diperbolehkan syariat. Misalnya seorang laki-laki memandang kepada wanita yang akan dilamarnya, dengan demikian pula dokter kepada pasiennya.
Hal yang sama juga berlaku untuk wanita. Wanita dilarang memandang kepada laki-laki bukan mahram dengan pandangan yang menyebabkan fitanh. Allah berfirman,
"Dan katakanlah kepada wanita yang beriman 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya'." (Qs. An-Nuur: 31).
Juga haram hukumnya memandang kepada laki-laki yang belum baligh dan laki-laki tampan dengan pandangan syahwat. Haram bagi laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Hal yang sama juga berlaku antar sesama wanita. Dann aurat yang tidak boleh dilihat, tidak boleh pula untuk dipegang meski dengan dilapisi kain.
Termasuk tipu daa setan melihat gambar porno, baik dimajalah, film, televisi, video, internet, dan sebagainya. Sebagian mereka berdalih, semua itu hanyalah sekedar gambar, bukan hakikat yang sebenarnya. Namun bukankah sangat jelas bahwa itu semua berppotensi meruka akhlak?


Tidak Cebok Setelah Buang Air Kecil 

Islam datang dengan membawa peraturan yang semuanya demi kemaslahatan uamt manusia, diantaranya tentang menghilangkan najis. Islam mensyariatkan agar umatnya melakukan istinja' (cebok dengan air) dan istijmar (membersihkan kotoran dengan batu), lalu menerangkan cara melakukannya sehingga tercapai kebersihan yang dimaksud. Bahkan Rasulullah mengabarkan,
"Kebanyakan azab kubur disebabkan oleh buang air kecil." (HR. Ahmad, Shahih al-Jami' no 1213)
Termasuk tidak cebok setelah buang air kecil adalah orang yang menyudahi hajatnya dengan tergesa-gesa sebelum kencingnya habis, atau sengaja kencing dalam posisi tertentu atau disuatu tempat yang menjadikan percikan air kencing itu mengenainya atau sengaja meninggalkan istinja' dan istijmar, serta tidak teliti dalam melakukannya.
Saat ini, banyak umat Islam yang menyerupai orang-orang kafir dalam masalah kencing. Beberapa kamar kecil hanya dilengkapi dengan bejana air kencing permanen yang menempel ditembok dalam ruangan terbuka. Setiap yang kencing, dengan tanpa malu berdiri dengan disaksikan orang yang lalu lalang keluar masuk kamar mandi. Selesai kencing ia mengangkat pakaiannya dan mengenakannya dalam keadaan najis.
Orang tersebut telah melakukan dua perkara yang diharamkan; pertama, ia tidak menjaga auratnya dari penglihatan manusia, dan kedua, ia tidak ceobk dan membersihkan dari kencingnya.

Khatimah

Wallahu'alam bissawab
Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.



Referensi

Al-Qur'anul Kariim 
Muharramat Istahana Biha an-Nas Yajib al-HJadzaru Minha, Muhammad Shalih al-Munajjid, Cetakan IXI, 1433 H.


Liwath (Homoseksual) dalam Islam

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu

Beberapa hari terakhir ini, yang heboh di media sosial adalah liwath (homoseksual). Awal mula perbuatan liwath ini adalah ketika masa Nabi Luth 'alahis salam sekitar tahun 1800 SM.




Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam qur'an surah Al Ankabut ayat 28 - 29 "Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yangn amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan?"

Allah menghukum kaum Nabi Luth 'alaihis salam dengan empat macam siksaan sekaligus saat itu. Keempat siksaan tersebut adalah dibutakan, dijungkirbalikkan, dihujani dengan batu kerikil, dan dikirimi halilintar.

Adapun dalam syariat Islam, hukuman pelaku liwath dan partnernya, jika pelaku dan partnernya atas dasar suka sama suka adalah di qishas (penggal lehernya dengan pedang). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Barang siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan partnernya."

Kejam? Yaa sangat kejam, namun sadarkah kita bahwa ini adalah ajaran rahmatan lil aalamiin, jadi pasti ada hikmah yang dibawa. Timbulnya berbagai penyakit yang mematikan -yang pada zaman nenek moyang tak diketahui sebagai hukuman atas merajalelanya kemaksiatan- sebagaimana kita saksikan sekarang, seperti tha'un dan macam-maca penyakit yang mematikan namun belum ditemukan penawarna, seperti penyakit AIDS. Hal itu merupakan salah satu dari sekian banyak hikmah, mengapa Allah subhanahu wa Ta'ala memberikan hukuman yang keras bagi pelaku liwath.

Sekian yang dapat kami tuliskan. Semoga Allah memberi saya dan kita semua hidayah untuk tetap istiqamah berada dijalan agama ini. Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu

Perkataan Indah yang Menipu di Kampus


Assalamua’alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Maaf kepada teman-teman pembaca, sudah lama saya tidak mengisi artikel-artikel di blog ini. Semoga kita semua diberi hidayah untuk berada di jalan yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa Ta’ala, Rabul Aalamiin.
Setelah satu tahun berada di dunia perkuliahan, ternyata beberapa hal yang menarik serta yang tidak menarik untuk didapatkan. Jujur saja, banyak sekali pengalaman yang berbeda selama di dunia sekolah dengan di dunia kampus/perkuliahan. Mulai dari konflik internal, konflik eksternal, gejolak ideologi, luasnya pemahaman tidak benar, adanya manusia berwajah dua, dan lain-lain. Adapula ungkapan-ungkapan yang indah namun menipu, dan objek-objek dari ungkapan tersebut adalah kepada para mahasiswa-mahasiswa baru.



“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap musuh Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan-perkataan indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Qs. Al An’aam : 112)

Olehnya itu,kali ini saya menulis artikel tentang Zukhrufal Qauli Ghurara (Perkataan Indah tapi Menipu) yang marak di kampus-kampus di negri kita ini, tapi sampelnya dari 2 kampus di daerah saya sendiri, yaitu Makassar. Diantara dua sampel tersebut adalah Universitas Hasanuddin (UNHAS) yang merupakan kampus saya sendiri, dan Universitas Islam Negri (UIN) Alauddin yang merupakan salah satu kampus sahabat.


1. “Kebenaran Itu relatif”

Yaa, kalimat ini menjadi kalimat pertama yang akan saya komentari. Saya sepakat dengan kalimat “Kebenaran itu relatif”. Namun nyatanya, relatif yang saya maksud adalah relatifnya merujuk kepada siapa, tentu kepada pengatur muka bumi ini, Tuhan Semesta Alam, raabbul aalamiin. Sungguh salah ketika orang yang mengartikannya dengan makna “Tidak semua tindakan kita itu dianggap benar”, karena itu dari sudut pandang manusia. Jadi ketika anda/siapapun dari kita merasa tindakan kita sesuai dengan yang disyariatkan/dibenarkan oleh Tuhan Semesta Alam, maka patutlah kita untuk merasa benar. Namun melencengnya makna dari kalimat ini ketika kita melihat relatifnya yaitu relatif terhadap manusia.
Pertanyaan yang tepat untuk orang yang berkata demikian, apakah kebenaran itu relatif benar atau mutlak benar?

Jika orang itu menjawab relatif benar, maka dia sendiri akan pusing apakah doktrin bahwa kebenaran itu relatif bersifat benar atau tidak.
Jika orang itu menjawab mutlak benar, berarti dia lupa bahwa baru-baru saja dia mengatakan kebenaran itu relatif.

2. “Jangan bawa agama di sini, kita semua disini sama!”

Sungguh ironis orang yang tunduk dan patuh ketika di gertak dengan kalimat ini. Kalimat ini menganjurkan kepada para pendengarnya untuk melepaskan agamanya untuk beberapa waktu. Namun seperti yang kita ketahui bersama, bahwa agama sifatnya universal (menyeluruh). Dalam agama Islam, kita tidak hanya ritual sholat, mengaji, dan berpuasa, tapi kita juga memiliki adab-adab yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita telah memiliki aturan dari awal kita bangun tidur hingga kita tertidur kembali.

3. “Semua agama sama, cuma cara beribadahnya yang berbeda!”

Orang yang mengatakan ini adalah kaum pluralisme (orang yang menyamakan agama) yang minim pengetahuan, baik tentang agamanya sendiri maupun tentang agama selain agamanya. Karena melihat dari redaksi kalimatnya, Orang ini hanya melihat dari segi ibadah, tidak dari segi selain ibadah. Kemudian, pengetahuan Orang ini tentang agama sangatlah minim. Sejatinya orang yang mengatakan demikian adalah orang yang sedang bingung dalam mencari kebenaran.

Dalam agama Islam, banyak ayat yang bisa kita gunakan landasan ke-Tuhanan, diantaranya Qs Al Ikhlas,menjelaskan bahwa Tuhan itu satu, Maha Esa, bukan dua ataupun lebih. Lalu agama Islam juga mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak beranak dan diperanakkan. Jadi siapa saja yang ingkar terhadap tersebut, maka dia telah kufur dari agama Islam.  Dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menolak Pluralisme agama.

Begitu pula dengan agama lain, memiliki ajaran yang bersebrangan dengan ajaran Islam, sehingga jika mereka membenarkan agama Islam, maka mereka telah kufur dari agama mereka sendiri. Jadi sejatinya pluralisme adalah ajaran yang menyudutkan sikap pluralisme itu sendiri, karena jika kita membenarkan pihak lain, sama saja kita mengafirkan diri dari agama sendiri padahal sejatinya pluralisme menganggap bahwa agama kita dan agama orang lain itu sama.

Contoh kasus lain adalah antara Hindu Yahudi dan Budha, kaum Hinduadalah kaum yang  mempertuhankan sapi sedangkan kaum Yahudi berkurban dengan sapi, sedangkan kaum Budha beranggapan bahwa menyembelih hewan termasuk dalam kezhaliman.

4. “Ikutilah kami, karena kami lebih berpengalaman dibandingkan denganmu!”

Yang berkata demikian tentu saja adalah orang yang lebih tua, yaitu senior. Sebelumnya, disini saya menekankan bahwa tidak ada yang salah akrab dan bergaul dengan senior, saya sendiri termasuk salah satu orang yang berusaha mendekati kakak-kakak senior saya, baik satu fakultas maupun beda fakultas, karena ada beberapa hal bermanfaat yang bisa didapatkan di senior. Dan juga, beberapa teman kajian saya itu senior-senior, bahkan ada yang lebih tua 4 atau 5 semester dari saya, di tempat kajian saya yang lain ada pula yang telah lulus, telah memiliki pekerjaan, telah menikah, bahkan ada pula mahasiswa pascasarjana baik satu kampus maupun beda kampus.

Namun yang salah biasanya adalah senior memaksakan kehendaknya untuk diikuti oleh junior, atau sebaliknya junior yang ikut-ikutan kepada senior tapi tidak bersikap kritis dalam hal yang di contohkan oleh seniornya. 

Iming-iming senior memang luar biasa, namun disitulah tempat kebablasan sebagai senior, yaitu bersikap sombong. Salah seorang ustad yang merupakan alumni kampus saya sendiri pernah berkata “Suatu saat anda akan menjadi senior yang biasanya di ikuti, olehnya ajarilah adikmu untuk tidak sembarang mengikuti dan jadilah contoh yang baik”. 

5. “Janganlah taklid buta, tapi bersikap kritislah!”

Jargon-jargon ini biasa mengajarkan kepada para mahasiswa untuk tidak taklid buta kepada agama dan keyakinan mereka sendiri. Orang yang berjargon seperti ini mengkritisi ajaran-ajaran dari agama mereka sendiri, dan fatalnya kebanyakan penegak jargon ini adalah umat islam itu sendiri yang merupakan para akademisi-akademisi kampus. 

Saya sepakat bila kita tidak taklid buta dan harus bersikap kritis, tapi tidak digunakan untuk mendesakralisasikan agama saya sendiri. Yang parah apabila ada yang sudah mengkritisi hadits-hadits dan berusaha mulai menafsirkan serta mengkritisi al-qur’an itu sendiri layaknya mereka seorang muhaddits ataupun mufassir. Padahal seperti yang dipahami bersama bahwa orang  menafsirkan ayat-ayat Allah ataupun hadits tidak sembarang, ada kaidah yang perlu dipahami.

Contoh kasus pernah Saya mengantar teman (sebut saja Fulan, dia laki-laki) ke kosnya teman (sebut saja Fulana, dia perempuan). Sampai depan kosnya, ada salah seorang teman laki-laki yang berada di kamar kos Fulana untuk menyuruh saya masuk dan mengajarkannya sebuah materi. Karena Saya tahu bahwa disitu ada beberapa perempuan dan itu kamar perempuan, saya menolak untuk membantunya. Teman laki-laki yang menyuruh saya tadipun berkata “Tenang Imam kalau gabung begini tidak apa-apa selama tidak disentuh/menyentuh perempuan”. Saya hanya terdiam dan dalam hati saya sangat kesal karena berikhtilat (bercampur baur) dianggap tidak apa-apa, naudzubilla miin dzaliik. Sedangkan para ulama-ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hukum asal berikhtilat adalah haram.

Toh jargon ini mengajak para akademisi untuk mengkritisi ajaran Islam, bahkan orang-orang diluar islampun diajak untuk mengkritisi Islam. Sehingga ke depannya mereka akan ditawari buku-buku yang berisikan kritisan terhadap Islam dimana buku tersebut merupakan tulisan dari kaum barat yang jelas-jelas memusuhi Islam, naudzubillah miin dzalik. Sekedar saran dari saya, kalau kita ingin mempelajari Islam, pelajarilah dari sudut pandang agama itu sendiri, jangan pelajari dari sudut pandang pembenci agama itu sendiri, karena orang yang membenci islam biasanya memaparkan argumen yang menguntungkan satu atau dua pihak saja, sedangkan ajaran islam itu rahmatan lil aalamiin (rahmat bagi seluruh alam) olehnya itu pasti menguntungkan seluruh umat manusia, cepat atau lambat.

6. “Anda sudah Mahasiswa, harusnya anda sudah bisa bersikap dewasa!”

Kalimat ini adalah ajakan kepada para mahasiswa untuk selalu membenarkan segala aktivitanya, baik itu benar ataupun salah. Kalimat ini juga ajakan kepada para mahasiswa untuk selalu menjadi seorang yang berani, dan kalaupun tindakan yang diberani-kan tersebut sejatinya salah dari segi syariat, tetap saja dibenarkan karena alasan “mereka telah berstatus mahasiswa”. Memangnya ketika kita telah mahasiswa, maka Allah telah memberikan kita sifat ma’sum (setiap tindakan akan di filter oleh Allah subhanahu wa Ta’ala)? Tentu tidak!

Salah seorang dosen pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa “Setiap pertemuan pertama saya, saya selalu mengecek jumlah mahasiswa yang sholatnya tidak bolong-bolong. Dari hasil, hanya sekitar 18-an persen dari seluruh jumlah mahasiswa  yang sholatnya lengkap”. Sungguh ironis manusia yang selalu membanggakan gelarnya, baik itu sebagai mahasiswa ataupun gelar lain, tapi kewajiban setelah dia berimannya (termasuk sholat) dia lupakan.

Tidak hanya itu, mereka juga meninggikan diri mereka. Ironisnya, ada mahasiswa yang melakukan aksi (baca : demonstrasi) dengan menghina koruptor sedangkan mereka sendiri masih melakukan tindak korupsi kecil (baca : nyontek). Padahal tahukah kalian semua, salah satu sifat yang dapat melencengkan aqidah umat islam adalah dengan menyontek, karena menyontek kepada orang lain yang dalam aturannya tidak di izinkan berarti melencengkan sikap raja’ (harap) yang seharusnya kita berharap hanya kepada Allah, tapi ternyata kita malah melanggar aturan ujian dan berharap kepada teman.


Sebenarnya masih ada beberapa hal yang dapat kami tuliskan disini, namun sampai disini perjumpaan kita. Semoga ini bermanfaat untuk saya dan para pembaca ajma’in, semoga Allah memberikan saya dan kita semua hidayah untuk terus berada di jalan yang di ridhoi oleh-Nya. Kurang dan lebihnya mohon di maafkan, kebenaran hanya datang dari Allah dan kesalahan sejatinya datang dari saya manusia biasa.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.