Perkataan Indah yang Menipu di Kampus


Assalamua’alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Maaf kepada teman-teman pembaca, sudah lama saya tidak mengisi artikel-artikel di blog ini. Semoga kita semua diberi hidayah untuk berada di jalan yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa Ta’ala, Rabul Aalamiin.
Setelah satu tahun berada di dunia perkuliahan, ternyata beberapa hal yang menarik serta yang tidak menarik untuk didapatkan. Jujur saja, banyak sekali pengalaman yang berbeda selama di dunia sekolah dengan di dunia kampus/perkuliahan. Mulai dari konflik internal, konflik eksternal, gejolak ideologi, luasnya pemahaman tidak benar, adanya manusia berwajah dua, dan lain-lain. Adapula ungkapan-ungkapan yang indah namun menipu, dan objek-objek dari ungkapan tersebut adalah kepada para mahasiswa-mahasiswa baru.



“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap musuh Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan-perkataan indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Qs. Al An’aam : 112)

Olehnya itu,kali ini saya menulis artikel tentang Zukhrufal Qauli Ghurara (Perkataan Indah tapi Menipu) yang marak di kampus-kampus di negri kita ini, tapi sampelnya dari 2 kampus di daerah saya sendiri, yaitu Makassar. Diantara dua sampel tersebut adalah Universitas Hasanuddin (UNHAS) yang merupakan kampus saya sendiri, dan Universitas Islam Negri (UIN) Alauddin yang merupakan salah satu kampus sahabat.


1. “Kebenaran Itu relatif”

Yaa, kalimat ini menjadi kalimat pertama yang akan saya komentari. Saya sepakat dengan kalimat “Kebenaran itu relatif”. Namun nyatanya, relatif yang saya maksud adalah relatifnya merujuk kepada siapa, tentu kepada pengatur muka bumi ini, Tuhan Semesta Alam, raabbul aalamiin. Sungguh salah ketika orang yang mengartikannya dengan makna “Tidak semua tindakan kita itu dianggap benar”, karena itu dari sudut pandang manusia. Jadi ketika anda/siapapun dari kita merasa tindakan kita sesuai dengan yang disyariatkan/dibenarkan oleh Tuhan Semesta Alam, maka patutlah kita untuk merasa benar. Namun melencengnya makna dari kalimat ini ketika kita melihat relatifnya yaitu relatif terhadap manusia.
Pertanyaan yang tepat untuk orang yang berkata demikian, apakah kebenaran itu relatif benar atau mutlak benar?

Jika orang itu menjawab relatif benar, maka dia sendiri akan pusing apakah doktrin bahwa kebenaran itu relatif bersifat benar atau tidak.
Jika orang itu menjawab mutlak benar, berarti dia lupa bahwa baru-baru saja dia mengatakan kebenaran itu relatif.

2. “Jangan bawa agama di sini, kita semua disini sama!”

Sungguh ironis orang yang tunduk dan patuh ketika di gertak dengan kalimat ini. Kalimat ini menganjurkan kepada para pendengarnya untuk melepaskan agamanya untuk beberapa waktu. Namun seperti yang kita ketahui bersama, bahwa agama sifatnya universal (menyeluruh). Dalam agama Islam, kita tidak hanya ritual sholat, mengaji, dan berpuasa, tapi kita juga memiliki adab-adab yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita telah memiliki aturan dari awal kita bangun tidur hingga kita tertidur kembali.

3. “Semua agama sama, cuma cara beribadahnya yang berbeda!”

Orang yang mengatakan ini adalah kaum pluralisme (orang yang menyamakan agama) yang minim pengetahuan, baik tentang agamanya sendiri maupun tentang agama selain agamanya. Karena melihat dari redaksi kalimatnya, Orang ini hanya melihat dari segi ibadah, tidak dari segi selain ibadah. Kemudian, pengetahuan Orang ini tentang agama sangatlah minim. Sejatinya orang yang mengatakan demikian adalah orang yang sedang bingung dalam mencari kebenaran.

Dalam agama Islam, banyak ayat yang bisa kita gunakan landasan ke-Tuhanan, diantaranya Qs Al Ikhlas,menjelaskan bahwa Tuhan itu satu, Maha Esa, bukan dua ataupun lebih. Lalu agama Islam juga mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak beranak dan diperanakkan. Jadi siapa saja yang ingkar terhadap tersebut, maka dia telah kufur dari agama Islam.  Dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menolak Pluralisme agama.

Begitu pula dengan agama lain, memiliki ajaran yang bersebrangan dengan ajaran Islam, sehingga jika mereka membenarkan agama Islam, maka mereka telah kufur dari agama mereka sendiri. Jadi sejatinya pluralisme adalah ajaran yang menyudutkan sikap pluralisme itu sendiri, karena jika kita membenarkan pihak lain, sama saja kita mengafirkan diri dari agama sendiri padahal sejatinya pluralisme menganggap bahwa agama kita dan agama orang lain itu sama.

Contoh kasus lain adalah antara Hindu Yahudi dan Budha, kaum Hinduadalah kaum yang  mempertuhankan sapi sedangkan kaum Yahudi berkurban dengan sapi, sedangkan kaum Budha beranggapan bahwa menyembelih hewan termasuk dalam kezhaliman.

4. “Ikutilah kami, karena kami lebih berpengalaman dibandingkan denganmu!”

Yang berkata demikian tentu saja adalah orang yang lebih tua, yaitu senior. Sebelumnya, disini saya menekankan bahwa tidak ada yang salah akrab dan bergaul dengan senior, saya sendiri termasuk salah satu orang yang berusaha mendekati kakak-kakak senior saya, baik satu fakultas maupun beda fakultas, karena ada beberapa hal bermanfaat yang bisa didapatkan di senior. Dan juga, beberapa teman kajian saya itu senior-senior, bahkan ada yang lebih tua 4 atau 5 semester dari saya, di tempat kajian saya yang lain ada pula yang telah lulus, telah memiliki pekerjaan, telah menikah, bahkan ada pula mahasiswa pascasarjana baik satu kampus maupun beda kampus.

Namun yang salah biasanya adalah senior memaksakan kehendaknya untuk diikuti oleh junior, atau sebaliknya junior yang ikut-ikutan kepada senior tapi tidak bersikap kritis dalam hal yang di contohkan oleh seniornya. 

Iming-iming senior memang luar biasa, namun disitulah tempat kebablasan sebagai senior, yaitu bersikap sombong. Salah seorang ustad yang merupakan alumni kampus saya sendiri pernah berkata “Suatu saat anda akan menjadi senior yang biasanya di ikuti, olehnya ajarilah adikmu untuk tidak sembarang mengikuti dan jadilah contoh yang baik”. 

5. “Janganlah taklid buta, tapi bersikap kritislah!”

Jargon-jargon ini biasa mengajarkan kepada para mahasiswa untuk tidak taklid buta kepada agama dan keyakinan mereka sendiri. Orang yang berjargon seperti ini mengkritisi ajaran-ajaran dari agama mereka sendiri, dan fatalnya kebanyakan penegak jargon ini adalah umat islam itu sendiri yang merupakan para akademisi-akademisi kampus. 

Saya sepakat bila kita tidak taklid buta dan harus bersikap kritis, tapi tidak digunakan untuk mendesakralisasikan agama saya sendiri. Yang parah apabila ada yang sudah mengkritisi hadits-hadits dan berusaha mulai menafsirkan serta mengkritisi al-qur’an itu sendiri layaknya mereka seorang muhaddits ataupun mufassir. Padahal seperti yang dipahami bersama bahwa orang  menafsirkan ayat-ayat Allah ataupun hadits tidak sembarang, ada kaidah yang perlu dipahami.

Contoh kasus pernah Saya mengantar teman (sebut saja Fulan, dia laki-laki) ke kosnya teman (sebut saja Fulana, dia perempuan). Sampai depan kosnya, ada salah seorang teman laki-laki yang berada di kamar kos Fulana untuk menyuruh saya masuk dan mengajarkannya sebuah materi. Karena Saya tahu bahwa disitu ada beberapa perempuan dan itu kamar perempuan, saya menolak untuk membantunya. Teman laki-laki yang menyuruh saya tadipun berkata “Tenang Imam kalau gabung begini tidak apa-apa selama tidak disentuh/menyentuh perempuan”. Saya hanya terdiam dan dalam hati saya sangat kesal karena berikhtilat (bercampur baur) dianggap tidak apa-apa, naudzubilla miin dzaliik. Sedangkan para ulama-ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa hukum asal berikhtilat adalah haram.

Toh jargon ini mengajak para akademisi untuk mengkritisi ajaran Islam, bahkan orang-orang diluar islampun diajak untuk mengkritisi Islam. Sehingga ke depannya mereka akan ditawari buku-buku yang berisikan kritisan terhadap Islam dimana buku tersebut merupakan tulisan dari kaum barat yang jelas-jelas memusuhi Islam, naudzubillah miin dzalik. Sekedar saran dari saya, kalau kita ingin mempelajari Islam, pelajarilah dari sudut pandang agama itu sendiri, jangan pelajari dari sudut pandang pembenci agama itu sendiri, karena orang yang membenci islam biasanya memaparkan argumen yang menguntungkan satu atau dua pihak saja, sedangkan ajaran islam itu rahmatan lil aalamiin (rahmat bagi seluruh alam) olehnya itu pasti menguntungkan seluruh umat manusia, cepat atau lambat.

6. “Anda sudah Mahasiswa, harusnya anda sudah bisa bersikap dewasa!”

Kalimat ini adalah ajakan kepada para mahasiswa untuk selalu membenarkan segala aktivitanya, baik itu benar ataupun salah. Kalimat ini juga ajakan kepada para mahasiswa untuk selalu menjadi seorang yang berani, dan kalaupun tindakan yang diberani-kan tersebut sejatinya salah dari segi syariat, tetap saja dibenarkan karena alasan “mereka telah berstatus mahasiswa”. Memangnya ketika kita telah mahasiswa, maka Allah telah memberikan kita sifat ma’sum (setiap tindakan akan di filter oleh Allah subhanahu wa Ta’ala)? Tentu tidak!

Salah seorang dosen pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa “Setiap pertemuan pertama saya, saya selalu mengecek jumlah mahasiswa yang sholatnya tidak bolong-bolong. Dari hasil, hanya sekitar 18-an persen dari seluruh jumlah mahasiswa  yang sholatnya lengkap”. Sungguh ironis manusia yang selalu membanggakan gelarnya, baik itu sebagai mahasiswa ataupun gelar lain, tapi kewajiban setelah dia berimannya (termasuk sholat) dia lupakan.

Tidak hanya itu, mereka juga meninggikan diri mereka. Ironisnya, ada mahasiswa yang melakukan aksi (baca : demonstrasi) dengan menghina koruptor sedangkan mereka sendiri masih melakukan tindak korupsi kecil (baca : nyontek). Padahal tahukah kalian semua, salah satu sifat yang dapat melencengkan aqidah umat islam adalah dengan menyontek, karena menyontek kepada orang lain yang dalam aturannya tidak di izinkan berarti melencengkan sikap raja’ (harap) yang seharusnya kita berharap hanya kepada Allah, tapi ternyata kita malah melanggar aturan ujian dan berharap kepada teman.


Sebenarnya masih ada beberapa hal yang dapat kami tuliskan disini, namun sampai disini perjumpaan kita. Semoga ini bermanfaat untuk saya dan para pembaca ajma’in, semoga Allah memberikan saya dan kita semua hidayah untuk terus berada di jalan yang di ridhoi oleh-Nya. Kurang dan lebihnya mohon di maafkan, kebenaran hanya datang dari Allah dan kesalahan sejatinya datang dari saya manusia biasa.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.