Waktunya Kembali Menulis

Bismillah...

It has been 3 years!

Sudah sekitar lebih dari 3 tahun saya tidak kembali menulis ungkapan kata-kata indah #tsah dalam blog ini. Rasanya ada yang kurang ketika tidak kembali menulis. Padahal blog ini bisa jadi merupakan salah satu washilah sebab diberinya hidayah, baik untuk diri saya sendiri maupun orang lain.

Dari Sahl bin Sa'ad beliau berkata bahwa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

"Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah." (Muttafaq 'alaih)


Anyway, ke depannya saya juga akan sering-sering menulis terkait perkara yang memang sudah saya sering tulis disini, dalam hal ini perkara agama berlandaskan al qur'an dan sunnah di atas pemahaman as-salaf (baca: orang-orang sholih terdahulu), juga terkait beberapa perkara seperti elektronika, listrik, fenomena fisik, dan hal-hal lain yang menarik.

Juga saya akan berbagi beberapa cerita berfaidah #tsah yang diambil dari kisah orang lain. Karena diluar sana ada banyak pengalaman orang bisa kita jadikan pelajaran untuk kehidupan kita.

Mungkin itu saja yang saya dapat sampaikan. Lebih dan kurangnya saya mohon maaf.

Hadaanallaahu wa iyyaakum.

Menggunjing Dalam Pandangan Islam

Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.



Ghibah (Menggunjing) 

Dalam banyak pertemuan di majelis, sering kali yang dijadikan hidangannya adalah menggunjing umat Islam. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang hal tersebut dan menyeru agar segenap hambyanya menjauhinya. Allah menggambarkan dan mengidentikkan ghibah dengan sesuatu yang maat ktr dan menjjikkan. Allah Ta'ala berfirman,

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah s eorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya." (Qs. Al Hujurat: 12)

Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang Muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang menggunjingkan orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang digunjingkan. Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya,

"Barangsiapa menlak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada Hari Kiamat Allah akan menghindarkan api neraka dari wajahnya." (HR. Ahmad, dalam Shahih al-Jami' no 6238)

Nah, lantas ada beberapa faedah penting yang harus kita ketahui. Yaitu ghibah diperbolehkan dalam enam tempat.



Tempat dibolehkannya ghibah 

Adapun enam tempat yang diperbolehkannya orang untuk ghibah adalah

  1. Orang yangn terzhalimi (teraniaya) boleh mengadukan kezhaliman terhadap dirinya kepada pemerintah atau hakim.
  2. Apabila bermaksud meminta pertolongan untuk meruba kemungkaran.
  3. Ketika meminta fatwa, seperti mengatakan "Aku telah dizhalimi leh Fulan dengan begini dan begitu ..." 
  4. Untuk memperingatkan dan menasehati kaum Muslimin agar tidak berbuat keburukan, (dengan syarat bertujuan memberikan nasehat).
  5. Orang yang digunjing (memang) seorang yang terang-terangan melakukan perbuatan fasik dan bid'ah.
  6. Untuk memperkenalkan seseorang; seperti dikenal dengan suatu gelar al-A'masy (yang lemah penglihatannya), atau al-A'raj (si pincang), dan al-A'ma (si buta); tetapi haram jika yang dimaksud adalah mencela kekurangannya.
  7. Kita dapat melakukan ghibah yang diperbolehkan diatas, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
  8. Ikhlas karena Allah dalam niat.
  9. Sebisa mungkin tidak menyebutkan nama orang tertentu secara langsung.
  10. Hendaklah Anda menyebutkan tentang saudara Anda (seagama) dengan sesuatu yang mubah pada dirinya.
  11. Harus menekankan kembali (dengan yakin) bahwa ghibah yang dilakukan tersebut tidak akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada faedah yang ada. 



Pemicu Ghibah

Adapun beberapa hal yang dapat memicu munculnya ghibah, diantaranya adalah

  1. Melampiaskan rasa marah.
  2. Ingin menyelarasi rekan-rekan dan berbasa basi kepada teman.
  3. Ingin mengangkat dirinya dengan merendahkan orang lain.
  4. Main-main dan bersenda gurau.
  5. Iri dan dengki.
  6. Mengatakan sesuatu yang bersumber dari seseorang, lalu dia ingin berlepas diri darinya.
  7. Kurang kerjaan karena banyaknya waktu kosong dari kegiatan.
  8. Usaha mendekatkan diri kepada para pemilik proyek pekerjaan adn pangkat.


Hal yang sering dianggap bukan ghibah, padahal ghibah

Adapun beberapa hal yang sering dianggap bukanlah sebuah ghibah, padahal sejatinya itu adalah ghibah, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Fulan bisa jadi melakukan ghibah, dan jika ada yang mengingkarinya, dia akan berkata "Saya siap mengatakannya didepannya".
  2. Ucapan seseorang dihadapan sekelompok orang ketika menyebutkan tentang seseorang lainnya, "Aku berlindung kepada Allah dari sifat kurang malu", atau "Si fulan, semoga Allah memaafkannya".
  3. Perkataan seseorang "Fulan diuji dengan demikian".
  4. Menganggap enteng dalam menggunjing orang yang melakukan maksiat.



Khatimah

Wallahu'alam bissawab

Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Referensi

Al-Qur'anul Kariim
Muharramat Istahana Biha an-Nas Yajib al-HJadzaru Minha, Muhammad Shalih al-Munajjid, Penerjemah Ainul Haris bin Umar Arifin, Lc., Cetakan IXI, 1433 H.
Muntaqa al-Adab asy-Syar'iyyah , Majid Sa'ud al-Ausyan, Penerjemah Abdurrahman Nuryaman, Cetakan I, 1435 H.

Perselisihan di Kalangan Penganut Islam


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wa sallam.



Fatwa Tentang Perselisihan dan Perpecahan 

Dalam sebuah kesempatan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanyai, "Bagaimana prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah tentang persoalan yang diperselisihkan? Bagaimana standar untuk menyikapi persoalan ini?" 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab :

Prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai persoalan yang diperselisihkan adalah apabila perselisihan itu bersumber dari ijtihad, dan persoalan itu menyangkut hal yang diperbolehkan berijtihad, maka sebagian dari m ereka bersikap toleran terhadap sebagian yang lain yang berbeda pendapat. Mereka menjadikan perselisihan ini sebagai alasan untuk berpecah belah dan bermusuhan. Orang yang memusuhi saya karena tuntutan dalil, maka pada hakikatnya ia tidak menyelisihi saya. Karena manhaj yang digunakan sama, apakah saya menyelisihnya karena tuntutan dalil ataukah dia menyelisihi saya karena tuntutan dalil. Jadi, kita sama. Perselisihan pendadpat ini masih terus terjadi sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam hingga hari ini.

Adapun persoalan yang tidak boleh diperselisihkan adalah hal-hal yang menyelisishi pandangan para sahabat dan tabi''in. Persoalan-persoalan aqidah yang sebagain besar manusia tersesat darinya dan tidak terjadi perselisihan mengenainya kecuali setelah berlalunya generasi-generasi utama, yakni perselisihan itu tidak tersebar luas kecuali sesudah generasi sahabat. Tetapi, perlu diketahui, bila saya mengatakan sesudah generasi sahabat, bukan berarti semua sahabat harus sudah wafat. Kita menyebut generasi selama kebanyakan generasi itu masih hidup.

Karena kalian mengetahui, bahwa Allah Ta'ala telah menjadikan ajal manusia itu sususl menyusul. Misalnya bila kita mengatakan, 'sesungguhnya generasi sahabat tidak berakhir dsehingga tidak ada seorang sahabatpun yang hidup', berarti kita telah menyebrangi banyak masa tabi'in. Tetapi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan "Suatu generasi dinilai telah lewat apabila kebanyakan orang yang menjadi bagian generasi itu telah lewat". Misalnya, bila kebanyakan sahabat telah wafat, sehingga yang tinggal hanya puluhan atau ratusan sahabat saja, maka berarti zaman mereka telah berakhir. Demikian pula masa para taibi'in. Juga tabi'ut tabi'in.

Jadi, generasi-generasi utama telah lewat, tanpa ada perselisihan aqidah sebagaimana yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Orang-orang yang menyelisihi kita dalam persoalan aqidah, maka mereka itu menyelisihi paham aqidah para sahabat dan tabi'in. Mereka itu harus diingkari dan perselisihan mereka tidak bisa diterima. 

Adapun dalam persoalan-persoalan yang memang telah diperselisihkan sejak zaman sahabat, dan dalam persoalan tersebut dibolehkan ijtihad, maka perselisihan semacam ini pasti tetap ada. Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda "Jika seorang hakim memutuskan hukum, lantas ia berijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala. Tapi apabila ia berijtihad, lantas keliru, maka ia mendapat satu pahala".

Inilah standarnya. Jika ada orang mengatakan, "Apakah perselisihan menyangkut sifat-sifat Allah Ta'ala termasuk perselisihan yang dibolehkan?" Maka jawbannya 'tidak'. Karena perselisihan ini sudah berada diluar manhaj para sahabat. Para sahabat tidak ada yang memperselisihkan persoalan sifat-sifat Allah. Semua mengakui bahwa sifat Allah itu benar adanya sesuai dengan hakikatnya, tanpa menyerupakan sifat-sifat itu. Bukti bahwa mereka mengakui hal itu adalah tidak adanya riwayat yang menceritakan adanya perselisihan diantara mereka mengenai penafsiran ayat-ayat dan hadits-hadits yang berbicara tentang sifat-sifat Allah. Jika tidak terdapat riwayat yang menceritakan perselisihan mereka mengenai penafsiran ayat-ayat hadits-hadits tersebut, maka ini berarti mereka meyakininya, karena Al Qur'an menggunakan bahsa Arab dan As Sunnah juga berbahasa Arab, sedangkan para sahabat memahami bahasa Arab.

Jika tidak ada riwayat yang menceritakan dari mereka bahwa mereka menyelisihi zhohir makna ayat atau hadits, maka kita tahu bahwa mereka meyakini zhohir ayat dan hadits tersebut. Karena itu, kita mengingkari siapa saja yang memiliki pendapat yang bertentangan dengan madzhab para Salaf persoalan sifat-sfat Allah atau katakanlah dalam seluruh persoalan iman. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rosul, hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk. Setiap orang yang menyelisihi manhaj para sahabat dalam keenam persoalan ini, maka kita akan mengingkarinya dan tidak menerimanya.

Perselisihan pendapat akan tetap ada, sekalipun persoalan-persoalan yang diperselisihkan itu telah dikaji secara mendalam.


Khatimah

Wallahu'alam bissawab
Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.
Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.


Referensi

Al-Qur'anul Kariim
Ila Mata Hadza 'I-Khilaf , Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Penerjemah Hawin Murtadlo, Cetakan I, 1419 H.