Mengenal Bid'ah Lebih Dekat


Muqoddimah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatu.

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menyempurnakan untuk kita agama islam ini dan telah mencukupan untuk kita nikmat-Nya, serta meridhoi Islam sebagai agama kita. Shalawat serta salam sejahtera smeoga tetap terlimpah kepada Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wallam.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukpan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah : 3)



Pengertian Bid’ah

Asy-Syafi’i, Al-Iz bin Abdussalam, Al-Qarafi, Al-Ghazali, Ibnu Al-Atsir, dan An-Nawawi , Menurut kelompok ini bahwa segala sesuatu yang baru setelah masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam disebut bid’ah, baik yang bersifat terpuji maupun tercela.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’ Al Fatawa bahwa “Bid’ah dalam agama adalah apa yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu perkara yang tidak diwajibkan atau disunahkan untuk mengerjakannya”.

Diantara manusia ada yang berkata bahwa bid'ah terbagi menjadi dua bagian: bid'ah hasanah dan bid'ah qabihah (bid'ah yang baik dan bid'ah yang tercela), dengan alasan yang disandarkan kepada perkataan Umar Radiyallahu 'Anha dalam shalat tarawih "Ini adalah bid'ah yang baik".

Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam sendiri bersabda "Sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah yang baru, setiap yang baru itu sesat, dan kesesatan berada dineraka" merupakan sebuah peringatan keras kepada segala perkara-perkara yang baru dalam agama. Ini adalah nash dari Rasulullah yang tidak diperkenankan kepada siapapun untuk membelokkannya, yang mengecam bid'ah dan barang siapa yang membelokkannya, maka dia telah mengikut hawa nafsunya.

Adapun shalat tarawih bukanlah sebuah bid'ah dalam syariat, tetapi sunnah yang disabdakan dan dikerjakan oleh Rasulullah secara berjama'ah pada tiga hari pertama bulan Ramadhan. Pada hari ke-4 bulan Ramadhan Beliau Shallallahu Alaihi Wa sallam tidak keluar ke masjid karena takut shalat tarawih menjadi sesuatu yang diwajibkan. Seandainya beliau tidak khawatir untuk diwajibkan, pasti beliau keluar untuk shalat bersama mereka pada malam ke-4 tersebut.

Adapun pada masa Umar bin Khattab Radiyallahu Anha, mereka disatukan kembali dalam bentuk shalat jama'ah yang dipimpin oleh seorang imam yaitu sahabat mulia Ubay bin Ka'ab hingga masjid menjadi ramai. Secara bahasa tindakan ini memang disebut bid'ah karena secara bahasa memang demikian, akan tetapi bukan bid'ah syar'iyyah karena sunnah menanggap tindakan itu tindakan yang baik, seandainya tidak khawatir akan diwajibkan. Adapun bid'ah syar'iyyah adalah bid'ah yang tidak ada dalil syara'nya dalam hal ibadah.


Hukum Bid’ah

Dari Jabir Radiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi Wa sallam selalu bersabda demikian apabila beliau berkhutbah "Sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah Kitab Allah, jalan yang paling baik adalah jalan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam, ajaran Agama yang paling buruk adalah ajaran yang dibuat-buat, setiap ajaran yang dibuat-buat itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu (pelakunya) dineraka." (HR. Muslim, 2/592, no. 867)

Dari hadits Jabir Radiyallahu Anha, dia berkata di dalamnya "Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam mengucapkan hal itu apabila beliau berkhutbah."

Pembagian hukum bid’ah ada empat.

Bid’ah yang haram secara mutlak
Bid’ah yang haram secara mutlak adalah bid’ah yang dapat menyebabkan kekafiran tanpa ada takwil seperti bid’ah jahiliyah yang diingatkan oleh Al-Qur’an dalam firman-Nya,
Allah Ta’ala berfirman “Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka ‘Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami’. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.” (Qs. Al An’am : 136)

Begitu juga bid’ah orang-orang munafik yang menjadikan agama hanya sebagai tameng untuk menjaga diri dan harta, bukan karena ketulusan, serta masih banyak lagi bentuk kekafiran lainnya.

Bid’ah Kemaksiatan, tetapi Tidak Menyebabkan Kekafiran
Bid’ah yang termasuk dalam kemaksiatan, tetapi tidak menyebabkan kekafiran atau masih diperselisihkan apakah itu dapat meyebabkan kekafiran atau tidak. Misalnya, bid’ahnya kelompok Khawarij, Murji’ah, dan kelompok-kelompok sesat lainnya.

Bid’ah yang Termasuk dalam Kemaksiatan
Bid’ah yang termasuk dalam kemaksiatan, seperti bid’ah meninggalkan kehidupan duniawi untuk ibadah, membujang selamanya, puasa dengan berjemur dibawah terik matahari, dan mengebiri dengan tujuan untuk memotong syahwat jimak.

Bid’ah yang Makruh
Bid’ah yang makruh misalnya sepertu perkumpulan manusia dimasjid untuk berdoa pada malam Arafah, menyebut para penguasa pada waktu khutbah Jum’at, dan sebagainya. Bid’ah macam ini tidak berada dalam satu tingkat dan tidak pula memiliki hukum yang sama.


Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Bid’ah

Diantara penyebab munculnya bid’ah antara lain adalah :
Tidak tahu cara memahami agama.
Tidak memahami tujuan.
Terlalu berbaik sangka kepada akal.
Mengikuti hawa nafsu.
Mengatakan sesuatu dalam agama yang tidak diketahuinya dan menerima begitu saja perkataan tanpa penyaringan.
Tidak mengetahui sunnah.
Karena mengikuti ayat-ayat mutasyaihat.
Menempuh cara pengambilan hukum yang tidak sesuai dengan cara yang diakui oleh syariat.
Terlalu mengkultuskan orang-orang tertentu.
Terkadang sebab-sebab tersebut menyatu dan kadang pula berdiri sendiri.


Pengaruh Bid’ah Terhadap Masyarakat

Tidak mengherankan jika bid’ah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap lingkungan masyarakat yang terjadi bid’ah didalamnya dan tidak mengingkarinya. Diantara pengaruhnya adalah :
Mengikuti Ayat-Ayat Mutasyabihat
Mematikan Sunnah
Perselisihan
Mengikuti Hawa Nafsu
Meninggalkan Jama’ah
Menyesatkan Manusia
Terus Larut dalam Bid’ah dan Tidak Mau Meninggalkannya


Cara-cara Menjaga Diri Dari Bid’ah

Untuk menjaga diri dari bid’ah, kita bisa menempuh beberapa cara yang akan kita sebutkan, diantaranya adalah :

Berpegang Teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, juga Menyebarka dan Menyampaikannya kepada Manusia.
Menjalankan Sunnah secara Individu dan Kelompok.
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar.
Mengantisipasi Munculnya Bid’ah.


Khatimah

Wallahu'alam bissawab

Sekian yang kami dapat sampaikan, semoga bermanfaat untuk saya dan kita semua sebagai umat muslim. Semoga Allah selalu menambahkan ilmu pengetahuan yang mutlak kepada saya dan kita semua serta mengampuni dosa-dosa yang telah ktia lakukan selama ini, serta selalu diberi hidayah agar saya dan kita semua bisa menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Sesungguhnya kebenaran datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam terbebas dari dosa-dosa.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatu.



Referensi

Al-Qur’anul Kariim
Al-Bida’ Al-Hauliyyah, Abdullah bin Abdul Aziz At-Tuwaijiry, Penerjemah Munirul Abidin M.Ag, cetakan V, 1421 H.
Mengenal Bid’ah Lebih Dekat, Muhammad Abduh Tuasikal, Pustaka Muslim Yogyakarta, cetakan I, tahun 1435 H.
Wujub Luzumi-s-Sunnah Wa-l-Hadzar Mina-l-Bid’ah, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Penerjemah Rahmat al-‘Arifin Muhammad bin Ma’ruf, cetakan I, Tahun 1422 H.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar